English Indonesian

Koetai Tempo Doeloe

Koetai Tempoe Doeloe merupakan event yang dilaksanakan sebagai upaya melestarikan seni tradisi di Kutai Kartanegara, salah satunya yaitu Mamanda. Kegiatan ini dimeriahkan dengan penampilan grup mamanda yang terkenal di Kutai Kartanegara yaitu Mamanda Panji Berseri Tenggarong. Grup mamanda ini melibatkan sekitar 30 personel, termasuk pemain musik. Pagelaran ini kerap dibumbui dialog humor maupun gaya-gaya lucu dari pemainnya. Mamanda juga semakin semarak karena diiringi tetabuhan gendang dan irama khas musik tingkilan dari gambus tradisional Kutai.

Pada zaman dulu mamanda adalah seni drama tradisional Kutai, yang pada zaman Kesultanan dahulu ditonton langsung oleh Sultan bersama jajaran dan kerabatnya. Sehingga, mamanda merupakan pertunjukan yang sangat populer pada masa itu. Acara Koetai Tempoe Doeloe itu juga dimeriahkan penampilan tari jepen khas Kutai yang diiringi musik tingkilan. Beberapa grup seni jepen di Tenggarong yang tampil di antaranya Sanggar Seni Karya Darma.

Acara Koetai Tempoe Doeloe dilaksanakan dalam rangkaian FKR guna memeriahkan hari jadi Tenggarong. Event tersebut digelar dengan harapan masyarakat Kukar semakin mengenal dan melestarikan mamanda yang sudah mulai jarang keberadaannya, sesuai dengan visi misi yang bertujuan melestarikan seni budaya nusantara.

Saat tampil Didalam sebuah kerajaan tumbuhlah sebuah perempuan yang bernama melati, Putri dari Raja Darma Wangsa dan Permaisuri Mayang Sari, dan kehidupannya nya dalam suasana bahagia dalam Istana, karena merasa cukup dewasa dalam Istana sang putri pun meminta kepada sang raja dan permaisuri untuk meminta ijin untuk keluar Istana dan jalan-jalan ke Pedesaan. Dengan dikawal dengan Prajurit Demong dan Dayang, hatinya pun sangat senang dan selalu ramah bertemu dengan setiap orang yang ditemuinya di pedesaan, namun sang putri tidak mengetahui tentang keadaan diluar sana. Pada sore hari dalam perjalanan pulang ke istana rombongan sang putri, dicegat segerombolan Perampok yang terkenal kejam dan begis, pertarungan pun tak terelakkan lagi antara para perampok dan perajurit Istana, dalam pertarungan yang tak seimbang itu beberapa prajurit terbunuh dan lainnya bisa meloloskan diri dari sergapan perampok tersebut, namun tidak demikian nasib yang menimpa sang putri, ia ditangkap dan diperkosa serta dibunuh dan mayat nya pun dibuang di tengah hutan. Pada keesokan harinya masyarakat desa gempar dengan ditemukan sosok mayat perempuan oleh seorang warga yang sedang mencari kayu bakar, dan hal ini dilaporkan ke Istana, pihak Kerajaan mengutus panglimanya untuk membawa mayat tersebut ke istana dan betapa terkejutnya Raja dan Permaisuri ternyata mayat tersebut adalah putri kesayangan mereka, sang raja pun murka dan memerintahkan panglima kerajaan untuk menangkap para perampok yang telah membunuh sang putri. Untuk menebus kesalahan para Prajurit demong yang lalai menjaga Melati, raja memerintahkan untuk menjaga makam Melati selama 40 hari, namun pada malam hari ada kejadian yang mengerikan tampak bayangan putih muncul dari kubur melati, yang menyebabkan para Prajurit lari tunggang langgang ketakutan dan hal ini dilaporkan kepada raja, namun raja tidak mempercayainya raja pun penasaran dan malam hari ikut prajurit ke makam melati, dan kejadian malam sebelumnya terulang kuburan melati mengeluarkan asap dengan dibarengi bayangan putih yang menyeramkan, melihat hal itu raja pun mengatakan bahwa para pembunuh melati sudah ditangkap dan dijatuhi hukuman mati, dan meminta agar melati ikhlas menerima takdir ini dan tenang di Alam sana, setelah itu bayangan putih tersebut lenyap dan suasana pun menjadi tenang. Kisah yang menimpa Putri Raja Darmawangsa tersebut adalah cerita rakyat Kutai yang dipentaskan oleh kelompok seni Mamanda Panji Berseri dengan judul Bangkit dari Kubur, pementasan Mamanda atau Teater Khas Kutai ini merupakan suguhan dalam pentas seni Lapangan Basket turap Mahakam.


  • FKR
  • Pemerintah
    Kabupaten Kutai Kartanegara
  • Flag Counter